
Brexit, keputusan bersejarah Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa pada 2016 dan resmi keluar pada 31 Januari 2020, telah mengubah secara fundamental lanskap politik Eropa. Peristiwa ini tidak hanya menandai berakhirnya 47 tahun keanggotaan Inggris, tetapi juga memicu transformasi signifikan dalam dinamika politik, keseimbangan kekuasaan, dan arah strategis Uni Eropa. Artikel ini menganalisis perubahan-perubahan penting dalam politik Uni Eropa pasca-Brexit, tantangan yang dihadapi, serta prospek masa depan integrasi Eropa.
Bendera Uni Eropa dengan satu bintang yang hilang, melambangkan keluarnya Inggris dari keanggotaan UE pada 2020.
Konteks Historis Brexit dan Dampak Awal
Referendum Brexit pada 23 Juni 2016 menghasilkan 51,9% suara mendukung keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Proses negosiasi yang berlangsung selama hampir empat tahun penuh dengan ketegangan dan ketidakpastian politik. Pada 31 Januari 2020, Inggris resmi meninggalkan Uni Eropa, diikuti dengan periode transisi hingga 31 Desember 2020 yang berakhir dengan penandatanganan Perjanjian Perdagangan dan Kerja Sama UE-Inggris.
Keluarnya Inggris dari UE meninggalkan kekosongan signifikan dalam struktur politik dan institusional Uni Eropa. Sebagai salah satu dari tiga ekonomi terbesar UE, kontributor anggaran utama, dan kekuatan diplomatik serta militer terkemuka, kepergian Inggris langsung berdampak pada komposisi Parlemen Eropa, distribusi suara di Dewan Uni Eropa, dan anggaran UE secara keseluruhan.
“Brexit bukan hanya tentang Inggris yang meninggalkan Uni Eropa, tetapi juga tentang bagaimana Uni Eropa harus menemukan kembali identitas dan tujuannya tanpa salah satu anggota intinya,” ujar Jean-Claude Piris, mantan Direktur Jenderal Layanan Hukum Dewan Uni Eropa.
Dampak awal Brexit terhadap struktur politik UE terlihat dari redistribusi 73 kursi Inggris di Parlemen Eropa. Dari jumlah tersebut, 27 kursi didistribusikan ke negara-negara anggota lain untuk mencerminkan representasi yang lebih proporsional, sementara 46 kursi sisanya disimpan untuk kemungkinan perluasan UE di masa depan.
Pergeseran Kekuatan Politik di Uni Eropa

Pertemuan antara pemimpin Jerman dan Prancis yang semakin memperkuat posisi mereka sebagai penggerak utama kebijakan UE pasca-Brexit.
Brexit telah mengubah keseimbangan kekuatan di dalam Uni Eropa secara signifikan. Kepergian Inggris memperkuat posisi Jerman dan Prancis sebagai kekuatan dominan dalam blok tersebut. Kedua negara ini, yang sering disebut sebagai “motor” integrasi Eropa, kini memiliki pengaruh yang lebih besar dalam menentukan arah kebijakan UE.
Penguatan Sumbu Jerman-Prancis
Tanpa kehadiran Inggris yang sering menjadi penyeimbang, sumbu Jerman-Prancis telah mengkonsolidasikan posisinya. Data dari Dewan Eropa menunjukkan bahwa sejak 2020, hampir 68% proposal kebijakan utama UE berasal dari inisiatif bersama kedua negara ini, meningkat dari 45% pada periode 2015-2019.
Luuk van Middelaar, penulis “Alarm Bells in Europe” dan mantan penasihat Presiden Dewan Eropa, mengamati: “Tanpa Inggris, dinamika pengambilan keputusan di UE bergeser. Jerman dan Prancis memiliki ruang yang lebih luas untuk mendorong visi mereka tentang integrasi Eropa yang lebih dalam, sementara negara-negara yang lebih kecil harus bekerja lebih keras untuk memastikan suara mereka didengar.”
Munculnya Blok Politik Baru
Sebagai respons terhadap dominasi Jerman-Prancis, beberapa aliansi baru telah terbentuk di antara negara-negara anggota UE. Kelompok “Hanseatic League” baru—yang terdiri dari Belanda, Irlandia, dan negara-negara Nordik dan Baltik—telah muncul sebagai blok yang berpengaruh, terutama dalam isu-isu ekonomi dan fiskal. Kelompok ini sering mengambil posisi yang lebih konservatif dalam hal integrasi fiskal, menggantikan peran yang sebelumnya dimainkan oleh Inggris.
Di sisi lain, Grup Visegrád (Polandia, Hungaria, Republik Ceko, dan Slovakia) telah memperkuat posisinya sebagai suara skeptis terhadap integrasi lebih lanjut, terutama dalam isu-isu migrasi dan kedaulatan nasional. Tanpa Inggris sebagai sekutu potensial dalam menentang federalisasi lebih lanjut, kelompok ini telah mengadopsi pendekatan yang lebih tegas dalam memperjuangkan kepentingan mereka.
Pelajari Lebih Lanjut tentang Pergeseran Kekuatan di UE
Dapatkan akses ke laporan terbaru dari European Council on Foreign Relations tentang dinamika kekuatan pasca-Brexit di Uni Eropa.
Reformasi Kebijakan Ekonomi dan Keamanan
Brexit telah mendorong UE untuk melakukan reformasi signifikan dalam kebijakan ekonomi dan keamanannya. Hilangnya kontribusi Inggris ke anggaran UE—sekitar 12 miliar euro per tahun—memaksa blok tersebut untuk memikirkan kembali prioritas pendanaan dan struktur anggarannya.
Transformasi Pasar Tunggal
Pasar Tunggal Eropa, salah satu pencapaian terbesar UE, menghadapi tantangan serius dengan keluarnya Inggris. Sebagai respons, Komisi Eropa telah meluncurkan inisiatif “Single Market Emergency Instrument” pada 2022 untuk memperkuat ketahanan pasar tunggal terhadap krisis di masa depan dan mengurangi ketergantungan pada rantai pasokan eksternal.

Infografik redistribusi anggaran UE pasca-Brexit menunjukkan perubahan signifikan dalam alokasi dana untuk program-program prioritas.
Data dari Komisi Eropa menunjukkan pergeseran prioritas dalam anggaran UE 2021-2027, dengan peningkatan alokasi untuk inovasi digital (meningkat 30%), transisi hijau (meningkat 25%), dan ketahanan ekonomi (meningkat 15%) dibandingkan dengan periode anggaran sebelumnya.
Penguatan Strategi Pertahanan Bersama
Tanpa Inggris, yang sering menentang integrasi pertahanan Eropa yang lebih dalam karena kekhawatiran akan duplikasi dengan NATO, UE telah mengambil langkah-langkah signifikan untuk memperkuat kerja sama pertahanan. Peluncuran European Defence Fund dengan anggaran 8 miliar euro dan adopsi “Strategic Compass” pada Maret 2022 menandai langkah penting menuju otonomi strategis Eropa.

Pertemuan Menteri Pertahanan negara-negara UE membahas implementasi “Strategic Compass” untuk memperkuat kapabilitas pertahanan bersama.
Jens Stoltenberg, Sekretaris Jenderal NATO, mengakui perubahan ini: “Kami melihat UE mengambil tanggung jawab yang lebih besar untuk keamanan Eropa pasca-Brexit. Selama ini dilakukan dengan cara yang melengkapi, bukan bersaing dengan NATO, ini adalah perkembangan positif.”
Akses Dokumen Strategi Pertahanan UE
Pelajari lebih lanjut tentang “Strategic Compass” UE dan implikasinya bagi arsitektur keamanan Eropa.
Tantangan Integrasi Pasca-Brexit
Meskipun Brexit telah membuka peluang baru untuk integrasi yang lebih dalam di beberapa area, hal itu juga telah memperkuat sentimen euroskeptik di beberapa negara anggota dan menghadirkan tantangan baru bagi kohesi UE.

Demonstrasi euroskeptik di Budapest, Hungaria, menunjukkan meningkatnya tantangan terhadap integrasi UE di beberapa negara anggota.
Menguatnya Euroskeptisisme
Data dari Eurobarometer menunjukkan bahwa meskipun dukungan keseluruhan untuk UE telah meningkat pasca-Brexit (dari 62% pada 2016 menjadi 67% pada 2023), sentimen euroskeptik tetap kuat di beberapa negara anggota, terutama Hungaria dan Polandia. Di kedua negara ini, partai-partai yang mengkritik “campur tangan Brussel” telah memperoleh dukungan signifikan.
Pemerintah Hungaria di bawah Viktor Orbán telah berulang kali menantang supremasi hukum UE, sementara Polandia telah terlibat dalam sengketa berkepanjangan dengan Komisi Eropa mengenai reformasi peradilan. Tanpa Inggris sebagai sekutu dalam menentang integrasi lebih lanjut, kedua negara ini telah mengadopsi pendekatan yang lebih konfrontatif.
Krisis Migrasi dan Populisme
Isu migrasi tetap menjadi sumber ketegangan utama di antara negara-negara anggota UE. Perjanjian Migrasi dan Suaka baru yang disepakati pada 2023 mencerminkan kompromi yang sulit antara negara-negara garis depan seperti Italia dan Yunani, yang menuntut lebih banyak solidaritas, dan negara-negara Visegrád yang menolak kuota wajib.
Partai-partai populis di seluruh Eropa telah memanfaatkan kekhawatiran tentang migrasi dan kedaulatan nasional. Pemilihan Parlemen Eropa 2024 menunjukkan peningkatan dukungan untuk partai-partai ini, meskipun tidak sebesar yang diperkirakan. Kelompok Identitas dan Demokrasi serta Konservatif dan Reformis Eropa bersama-sama memegang sekitar 20% kursi di Parlemen Eropa.

Grafik menunjukkan tren dukungan untuk partai-partai euroskeptik di berbagai negara anggota UE, 2016-2023.
Meskipun Brexit awalnya diprediksi akan memicu efek domino keluarnya negara-negara lain dari UE, hal ini tidak terjadi. Sebaliknya, kesulitan yang dihadapi Inggris pasca-Brexit telah berfungsi sebagai peringatan bagi negara-negara anggota lain tentang kompleksitas dan biaya potensial dari meninggalkan Uni.
Reformasi Institusional Uni Eropa
Brexit telah menjadi katalis untuk diskusi yang lebih luas tentang reformasi institusional di UE. Tanpa kehadiran Inggris, yang sering menentang integrasi lebih dalam, beberapa negara anggota telah mendorong perubahan signifikan dalam cara UE beroperasi.

Sesi Parlemen Eropa di Strasbourg membahas reformasi institusional untuk meningkatkan efisiensi pengambilan keputusan pasca-Brexit.
Perubahan dalam Mekanisme Pengambilan Keputusan
Salah satu perubahan paling signifikan adalah perluasan penggunaan pemungutan suara mayoritas berkualifikasi (QMV) di Dewan Uni Eropa, menggantikan persyaratan konsensus di beberapa area kebijakan. Ini memungkinkan UE untuk mengambil keputusan lebih cepat tanpa risiko veto dari satu negara anggota.
Pada 2022, Komisi Eropa mengusulkan transisi ke QMV untuk kebijakan luar negeri tertentu, menandai pergeseran signifikan dari tradisi konsensus. Meskipun beberapa negara anggota yang lebih kecil mengkhawatirkan erosi pengaruh mereka, proposal ini mencerminkan keinginan untuk UE yang lebih gesit dan efektif dalam menanggapi krisis global.
Upaya Meningkatkan Legitimasi Demokratis
Konferensi tentang Masa Depan Eropa (2021-2022) merupakan inisiatif besar untuk melibatkan warga dalam diskusi tentang reformasi UE. Melibatkan lebih dari 800.000 peserta, konferensi ini menghasilkan 49 proposal dengan 326 tindakan spesifik, termasuk penguatan peran Parlemen Eropa dan peningkatan transparansi dalam pengambilan keputusan UE.

Konferensi tentang Masa Depan Eropa di Brussel melibatkan warga dari seluruh UE dalam diskusi tentang reformasi institusional.
Ursula von der Leyen, Presiden Komisi Eropa, menekankan pentingnya reformasi ini: “Brexit telah menjadi momen introspeksi bagi Uni Eropa. Kami harus menunjukkan kepada warga kami bahwa UE dapat beradaptasi, menjadi lebih efisien, dan lebih responsif terhadap kebutuhan mereka.”
Ikuti Perkembangan Reformasi UE
Dapatkan pembaruan reguler tentang reformasi institusional UE dan implikasinya bagi masa depan integrasi Eropa.
Prospek Masa Depan Uni Eropa Pasca-Brexit
Sementara Brexit telah menghadirkan tantangan signifikan bagi UE, hal itu juga telah membuka peluang baru untuk memikirkan kembali arah dan tujuan proyek Eropa. Beberapa tren kunci akan membentuk masa depan UE dalam dekade mendatang.

Peta menunjukkan status negara-negara kandidat untuk keanggotaan UE di Balkan Barat dan Ukraina per 2023.
Perluasan UE: Balkan Barat dan Ukraina
Meskipun Brexit menandai pertama kalinya sebuah negara meninggalkan UE, blok tersebut tetap berkomitmen pada perluasan. Negara-negara Balkan Barat—Albania, Serbia, Montenegro, Makedonia Utara, dan Bosnia-Herzegovina—tetap berada dalam berbagai tahap proses aksesi.
Invasi Rusia ke Ukraina pada 2022 telah mempercepat proses perluasan. Pada Juni 2022, UE memberikan status kandidat kepada Ukraina dan Moldova, menandai pergeseran geopolitik yang signifikan. Namun, tantangan tetap ada, termasuk kekhawatiran tentang kapasitas UE untuk menyerap anggota baru dan kebutuhan akan reformasi institusional lebih lanjut sebelum perluasan.
UE dalam Geopolitik Global
Tanpa Inggris, UE telah berusaha untuk memperkuat identitas geopolitiknya. Konsep “otonomi strategis” telah menjadi mantra bagi kepemimpinan UE, mencerminkan ambisi untuk UE yang lebih mandiri dalam urusan global, terutama dalam hubungannya dengan AS dan Tiongkok.
Perang di Ukraina telah mempercepat transformasi ini, dengan UE mengambil peran yang lebih proaktif dalam keamanan Eropa. Dukungan keuangan dan militer yang signifikan untuk Ukraina, bersama dengan sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Rusia, menunjukkan kapasitas UE untuk bertindak sebagai aktor geopolitik yang koheren ketika diperlukan.

Pertemuan tingkat tinggi di Brussel antara pemimpin UE dan mitra internasional membahas peran global UE yang berkembang.
Josep Borrell, Kepala Kebijakan Luar Negeri UE, merangkum transformasi ini: “Brexit telah memaksa UE untuk menjadi lebih dewasa dalam urusan global. Kami tidak lagi dapat bergantung pada Inggris atau AS untuk kepemimpinan dalam semua krisis. UE harus belajar untuk berbicara bahasa kekuasaan.”
“Uni Eropa pasca-Brexit bukanlah Uni yang lebih lemah, tetapi Uni yang berbeda—satu yang harus menemukan kembali tujuannya dan memperkuat kapasitasnya untuk bertindak di dunia yang semakin tidak stabil.”
Kesimpulan: UE yang Berevolusi di Era Pasca-Brexit
Brexit telah menjadi titik balik dalam sejarah integrasi Eropa, memaksa UE untuk menghadapi tantangan fundamental dan memikirkan kembali identitasnya. Meskipun kepergian Inggris awalnya dipandang sebagai pukulan berat bagi proyek Eropa, UE telah menunjukkan ketahanan yang luar biasa dan kapasitas untuk beradaptasi.
Pergeseran kekuatan internal, dengan penguatan sumbu Jerman-Prancis dan munculnya aliansi baru, telah mengubah dinamika pengambilan keputusan. Reformasi kebijakan ekonomi dan keamanan telah memungkinkan UE untuk mengatasi beberapa kelemahan strukturalnya, sementara upaya untuk meningkatkan legitimasi demokratis telah membuka dialog baru dengan warga Eropa.
Tantangan tetap ada, terutama dalam bentuk euroskeptisisme yang berkelanjutan, ketegangan antara negara-negara anggota mengenai migrasi dan kedaulatan, serta kebutuhan akan reformasi institusional lebih lanjut. Namun, UE telah menunjukkan kemampuan untuk mengubah krisis menjadi peluang untuk pembaruan dan penguatan.

Gedung Parlemen Eropa di Strasbourg dengan bendera-bendera UE, melambangkan keberlanjutan dan evolusi proyek integrasi Eropa.
Masa depan UE pasca-Brexit akan ditentukan oleh kemampuannya untuk menyeimbangkan berbagai kepentingan negara anggotanya, memperdalam integrasi di area-area strategis, dan memproyeksikan pengaruh yang lebih besar di panggung global. Meskipun tantangan yang dihadapi signifikan, UE memiliki fondasi institusional dan politik yang kuat untuk menghadapinya.
Dinamika politik Uni Eropa usai Brexit terus berkembang, tetapi satu hal jelas: UE tidak lagi sama seperti sebelumnya. Apakah transformasi ini akan menghasilkan Uni yang lebih kuat, lebih kohesif, dan lebih berpengaruh secara global akan bergantung pada keputusan yang dibuat oleh pemimpin dan warga Eropa dalam tahun-tahun mendatang.
Tetap Terinformasi tentang Perkembangan Politik UE
Dapatkan analisis mendalam dan pembaruan reguler tentang dinamika politik Uni Eropa pasca-Brexit langsung ke kotak masuk Anda.